Jakarta kpu.go.id-
Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR RI dan Pemerintah, Kamis (9/04)
telah menyepakati dan telah selesai, terkait tiga Peraturan KPU tentang
Tahapan Penyelenggaraan, Pemutahiran Data Pemilih dan Tata Kerja KPU.
Ketua
KPU Husni Kamil Manik pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih
atas apa yang disampaikan oleh Ketua Komisi II, dimana tiga hal yang
sudah dikonsultasikan dinyatakan telah selesai dan untuk selanjutnya
dapat kami proses dalam pembahasan finalisasi dan menetapkan dalam
peraturan.
Selain
itu, ada dua yang menjadi agenda KPU yang akan dibahas dalam minggu
depan terkait tentang draft peraturan Pencalonan dan darft peraturan
tentang Pedoman Kampanye.
Kemudian,
KPU masih mempunyai lima draft yang telah KPU sampaikan kepada Komisi
II, dimana pada kesempatan ini dua dari lima draft itu mohon kami
sampaikan pada isu strategisnya.
Dimana
dua draft yang ingin kami sampaikan, pertama mengenai draft PKPU
tentang Partisipasi Masyarakat dan Pendidikan Pemilih dan yang kedua
draft PKPU Norma Standar Kebutuhan Pengadaan Barang dan Jasa.
Kedua
draft peraturan ini tidak banyak isu strategisnya yang baru, sesuai
dengan Undang-Undang nomor 8 Tahun 2015 dan isi peraturannya banyak
mengadopsi peraturan KPU yang digunakan pada Pemilu legislatif dan
Pemilu Presiden yang lalu, jadi tidak akan memunculkan hal yang multi
taksir. Ujar Husni.
Sementara
itu, anggota KPU yang membidangi divisi tentang Partisipasi Masyarakat
dan Pendidikan Pemilih Sigit Pamungkas, khusus rencana peraturan KPU
yang menyangkut Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat seperti yang
sudah sampaikan oleh Ketua KPU, tidak banyak isu yang strategis untuk
dikonsultasikan.
Namun hanya ada satu yang bisa dibahas atau KPU perlu mendapatkan
masukan, isu itu adalah terkait dengan Partisipasi Masyarakat secara
khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan survei.
Belajar
dari pengalaman Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dimana lembaga
survei itu memiliki pendapat yang oleh publik dipersepsikan sebagai
survei yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan baik, yang akhirnya
melahirkan satu kontroversi yang berkepanjangan.
Terkait
dengan hal itu, KPU kemudian di dalam peraturan ini membuat suatu
regulasi bagaimana memperlakukan terhadap survei-survei yang oleh
masyarakat dianggap kurang tepat atau kurang benar.
Dalam
regulasi ini KPU mendesain bahwa kalau ada laporan masyarakat terkait
dengan satu lembaga survei itu dianggap tidak benar dalam melakukan
aktivitasnya, maka KPU bisa memprosesnya.
Terhadap
lembaga yang tergabung atau berasosiasi dengan satu asosiasi lembaga
survei tertentu, maka laporan itu akan diteruskan oleh KPU kepada
asosiasi itu untuk menindaklanjutinya, tetapi kalau ada lembaga survei
yang tidak tergabung didalam asosiasi itu maka yang akan dilakukan oleh
KPU adalah membentuk satu dewan etik yang keanggotanya berasal dari
akademisi atau profesional yang memang memiliki kompetensi untuk menilai
sebuah survei itu bisa dipertanggungjawabkan atau tidak.
Demikian
isu strategis yang KPU akan konsultasikan atau mendapatkan masukan,
sehingga nanti ketika ada satu peristiwa berkaitan dengan pelaksanaan
survei pilkada di beberapa tempat, maka itu yang ditempuh KPU.
Sedangkan
untuk Norma Standar Pengadaan dan Distribusi Logistik secara umum tidak
ada hal yang baru, namun ada beberapa catatan terkait ketentuan didalam
Undang-Undang nomor 1 Tahun 2015 yang sudah direvisi dengan
Undang-Undang nomor 8 Tahun 2015, pertama terkait dengan pasal 80 dimana
disebutkan surat suara dicetak sebanyak DPT +2.5% untuk cadangan,
tetapi di pasal 87 tercatat surat suara itu diproduksi sesuai dengan
jumlah DPT +DPTB.
KPU
berharap terkait hal itu, bisa dicetak sesuai dengan jumlah DPT +DPTB,
karena DPTB masih bisa masuk 7 hari setelah DPT ditetapkan, kalau tidak
KPU kekurangan lebih banyak. +2.5% nya didalam Undang-Undang itu hanya
ditulis 2.5% dari DPT apabila dimungkinkan diperbolehkan 2.5% itu dari
DPT +DPTB, sebetulnya selisihnya mungkin hanya satu dua surat suara
saja, per TPS.
Yang
kedua dipasal 80 juga tertulis pengadaan surat suara untuk pemungutan
suara ulang, dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur atau Bupati dan
Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebanyak 2.000 surat
suara yang diberi tanda khusus, menurut kami ini jumlah yang sangat
tidak rasional, apabila ada Pemilihan Gubernur kemudian hanya disediakan
2.000 surat suara untuk pemungutan suara ulang dan itu posisinya ada di
Ibu Kota Provinsi, maka itu tidak akan mencukupi apabila terjadi
pemungutan suara ulang, karena 2.000 surat suara itu asumsinya hanya
mencukupi untuk tiga TPS, karena satu TPS jumlah pemilih maksimal 800.
Jadi
dalam draft kami, kami mengusulkan untuk Pemilihan Gubernur disediakan
surat suara untuk pemungutan suara ulang sebanyak 2.000 per Kabupaten,
Pemilihan Bupati dan Walikota disediakan sebanyak 2.000 per Kecamatan.
Ini lebih memungkinkan apabila terjadi pemungutan suara ulang, sedangkan
di Undang-Undang hanya menyebutkan 2.000 tanpa penjelasan lebih detail.
Ungkap Arief Budiman.
Panitia
Kerja (Panja) Komisi II DPR RI, sesuai kesepakatan bersama, rapat
konsultasi terkait PKPU Pilkada akan dilanjutkan kembali pada kamis
depan tanggal (16/04).(dosen/red.FOTO KPU/dosen)
No comments:
Post a Comment